Nasional, sinarnusantaranews.com – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu melalui Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah sangat menyayangkan atas tindakan represifitas anggota Polri terhadap pengamanan di Stadion Kanjuruhan pada saat pertandingan sepak bola Arema VS Persebaya.
“Padahal tragedi sepak bola pernah terjadi juga pada tahun 1964, korban meninggal dunia 328 di Stadion Estadio Nacional di Lima, Peru, dalam pertandingan antara Peru dengan Argentina. Setelah polisi menembakkan gas air mata waktu itu terjadilah eksodus massal yang sama dengan kejadian di Stadion Kanjuruhan, Arema Vs Persebaya. Saya menilai bahwa aparat yang bertugas di Stadion Kanjuruhan tidak belajar dari sejarah yang ada, karena banyaknya korban atas dugaan tidak profesionalitas dari pihak kepolisian pada saat bertugas dipertandingan sepak bola Arema VS Persebaya di stadion Kanjuruhan, Malang pada tanggal 1 Oktober 2022 ini,” sampai Deni Andrea Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD).
Hal ini diduga kuat oleh fakta video yang beredar yang terjadi stadion Kanjuruhan, tindakan yang dilakukan aparat ialah tidak mencerminkan peri kemanusiaan. Sehingga membuat prestasi bola di Indonesia memburuk, karena indonesia sudah berada di peringkat kedua dunia terhadap korban jiwa dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.
Sangat disayangkan sekali petugas pengamanan yang seharusnya menjaga ketertiban dan pengamanan supporter bola, kini menimbulkan korban jiwa, bahkan ratusan korban jiwa. Timbulnya korban jiwa di stadion kanjuruhan membuat adanya suatu kelalaian petugas dalam menjalankan tugasnya.
Dalam video yang beredar di sosial media terdapat kekerasan yang dilakukan oleh aparat dengan memukul dan menendang supporter yang ada di lapangan. Padahal sudah jelas dalam proses pengadilan masa diatur dalam Perkapolri No 16 tahun 2006 tentang pengendalian masa.
Kejadian ini memakan korban meninggal dunia sebanyak 125 orang dan lebih dari 300 luka-luka.(BBC.News.Indonesia)
“Atas banyaknya korban jiwa yang ditimbulkan, saya menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran HAM. Aparat tidak mampu bersikap humanis dan semakin tidak beradab dalam kekuasaan besar yang di berikan untuk mengurusi keamanan dan ketertiban masyarakat. Aparat kepolisian harus segera melakukan reformasi kultural di tubuh kepolisian. Dalam video yang beredar di sosial media, terlihat tindakan represif polisi dengan menembakan gas air mata kepada supporter. Oleh sebab itu saya mengecam tindakan represif aparat terhadap penanganan supporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus implementasi prinsip HAM POLRI. Lalu Kompolnas dan Komnas HAM juga harus memeriksa dugaan pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas,” Muhammad Shadiq Ketua Bidang HAM dan Lingkungan (HAMLI).
Penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai dengan prosedur menjadi penyebab ratusan korban jiwa. Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian masa mengakibatkan supporter di tribun, berdesak-desak mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan. Padahal sudah jelas dalam stadium safety and security regulation pasal 19 menegaskan bahwa, penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan masa dalam stadion.
Atas dasar kemanusiaan maka hal ini HMI Cabang Bengkulu melalui Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah (PPD) dan Bidang HAM dan Lingkungan (HAMLI) ikut prihatin dengan tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang dan meminta kepada pihak terkait untuk mengusut tuntas tragedi kelam tersebut. (Rls)